kepalasekolah.id – Kumpulan cerita rakyat Nusantara dalam dua bahasa — Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris — ditulis dengan gaya ringan dan modern agar mudah dipahami anak-anak. Setiap kisah membawa pesan moral dan nilai kehidupan yang menginspirasi untuk berbuat baik, bersahabat, dan rendah hati. Temukan keseruan membaca sambil belajar dalam setiap edisi mingguan kami!
Bujang Katak
Lampung
—Versi Bahasa Indonesia–
Di sebuah desa yang tenang di tanah Lampung, hiduplah seorang janda tua yang sederhana. Setiap hari ia bekerja di ladang kecilnya, menanam singkong dan padi, sambil berdoa agar hidupnya tetap diberi kekuatan. Ia tidak memiliki keluarga lain, kecuali seorang anak laki-laki yang lahir dalam keadaan sangat berbeda dari anak-anak lain. Tubuh anak itu kecil dan pendek, kulitnya kasar, dan gerakannya lebih mirip seekor katak daripada manusia.
Karena itulah, orang-orang memanggilnya Bujang Katak.
Sejak kecil, Bujang Katak sering menjadi bahan ejekan. Anak-anak desa tertawa saat ia berjalan melompat-lompat, dan orang dewasa hanya menggelengkan kepala. Namun ibunya selalu berkata lembut,
“Nak, jangan simpan dendam di hatimu. Suatu hari, Tuhan akan menunjukkan jalanmu.”
Bujang Katak tumbuh menjadi anak yang pendiam namun rajin. Ia membantu ibunya di ladang, mengambil air dari sungai, dan tidak pernah membalas ejekan orang lain. Setiap malam menjelang tidur, ia memandang langit dan berbisik,
“Tahun akan berganti lagi. Aku ingin menjadi lebih baik, walau aku tidak tahu caranya.”
Suatu hari, kabar besar tersebar di desa. Raja dari negeri seberang sungai akan mengadakan sayembara. Siapa pun yang bisa membantu membersihkan hutan kerajaan dan membawa hasilnya ke istana akan diberi hadiah besar, bahkan boleh meminang putri raja.
Penduduk desa berbondong-bondong mendaftar. Mereka tertawa saat melihat Bujang Katak ikut berdiri di barisan.
“Apa yang bisa dilakukan anak seperti itu?”
“Jangankan menebang pohon, berdiri saja susah!”
Namun Bujang Katak tetap melangkah. Ia teringat pesan ibunya, bahwa setiap akhir adalah awal baru. Ia merasa inilah kesempatan untuk membuktikan bahwa perubahan tidak selalu terlihat dari luar.
Di hutan, pekerjaan itu berat. Banyak peserta menyerah karena panas dan lelah. Bujang Katak bekerja perlahan, tetapi tidak berhenti. Ia membersihkan semak, mengumpulkan kayu, dan menanam kembali bibit pohon kecil. Saat malam tiba, ia duduk kelelahan dan berkata pelan,
“Aku mungkin lambat, tapi aku tidak akan berhenti.”
Malam itu, sesuatu yang ajaib terjadi. Saat cahaya bulan menyinari tubuhnya, kulit kasar Bujang Katak mulai retak seperti cangkang. Dari dalamnya, muncul cahaya hangat. Perlahan, wujudnya berubah menjadi seorang pemuda tampan dengan tubuh tegap dan wajah teduh.
Ia terkejut, tetapi tidak sombong. Ia sadar bahwa perubahan ini bukan hadiah instan, melainkan hasil dari kesabaran dan ketulusan selama ini.
Keesokan harinya, semua orang terkejut melihat pemuda asing menyelesaikan pekerjaan paling berat. Saat ia menghadap raja, sang raja bertanya,
“Siapakah engkau sebenarnya?”
Pemuda itu menunduk hormat.
“Hamba adalah Bujang Katak. Hamba hanya ingin membuktikan bahwa siapa pun bisa berubah jika tidak menyerah.”
Raja terdiam, lalu tersenyum. Ia mengakui ketulusan Bujang Katak dan memberinya penghargaan besar. Namun yang paling membahagiakan bagi Bujang Katak adalah kembali ke desanya, menemui ibunya, dan berkata,
“Ibu, tahun baru akan datang. Aku ingin menjalaninya dengan hati yang lebih baik.”
Ibunya memeluknya erat, air mata jatuh perlahan. Desa itu pun belajar bahwa perubahan sejati dimulai dari dalam, dan tahun baru adalah waktu terbaik untuk memulainya.
—English Version–
In a quiet village in Lampung, Indonesia, lived an old widow who led a simple life. Each day she worked in her small field, planting cassava and rice, praying for strength to continue. She had only one child — a boy born very different from others. His body was small, his skin rough, and his movements resembled a frog more than a human.
Because of this, people called him Bujang Katak, the Frog Boy.
From a young age, he was often mocked. Children laughed at him, and adults shook their heads. Yet his mother always spoke gently,
“My son, do not let hatred grow in your heart. One day, God will show your path.”
Bujang Katak grew into a quiet but hardworking boy. He helped his mother in the fields and fetched water from the river. Every night before sleeping, he looked at the stars and whispered,
“A new year is coming. I want to become better, even if I don’t know how.”
One day, news spread through the village. The king from across the river announced a challenge. Anyone who could help clear the royal forest and bring the results to the palace would receive a great reward — even the chance to marry the princess.
Villagers rushed to join. They laughed when Bujang Katak stood among them.
“What can he possibly do?”
But Bujang Katak moved forward. He remembered his mother’s words: every ending leads to a new beginning.
The forest work was exhausting. Many gave up. Bujang Katak worked slowly but never stopped. He cleared bushes, gathered wood, and planted new seedlings. One night, under the moonlight, his rough skin cracked like a shell. A warm light emerged, and he transformed into a handsome young man.
He did not grow proud. He knew the change came from patience and sincerity.
When he met the king, he bowed and said,
“I am Bujang Katak. I only wish to show that anyone can change if they never give up.”
The king smiled and rewarded him. Yet Bujang Katak’s greatest joy was returning home and welcoming the new year with a renewed heart.
The village learned that true change begins within, and the new year is the perfect time to start again.
Pesan Moral / Moral Message
Setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah dan menjadi lebih baik. Jangan menyerah pada keadaan, karena kesabaran dan ketulusan akan membawa kita menuju awal yang baru.
(Everyone has the chance to change and become better. Never give up on your circumstances, because patience and sincerity will lead to a new beginning.)
