kepalasekolah.id – CP Bahasa Jawa SMP (Fase D) Kurikulum Merdeka: Transformasi dari Berbudaya menjadi Berpikir Kritis. Masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah periode krusial dalam perkembangan kognitif dan sosial remaja. Dalam konteks Muatan Lokal Bahasa Jawa di Provinsi Jawa Tengah, jenjang ini—yang diidentifikasi sebagai Fase D (Kelas VII, VIII, dan IX)—menuntut lompatan kompetensi yang signifikan dari jenjang Sekolah Dasar (Fase A, B, dan C).
Jika di SD fokus utama adalah pembiasaan dasar dan pengenalan kosakata serta budaya, maka di SMP/MTs, tujuannya adalah pendalaman (internalisasi) nilai-nilai budaya Jawa, penguasaan Unggah-Ungguh Basa hingga tingkat Krama Inggil, dan kemampuan memproduksi serta menganalisis teks kompleks secara logis, kritis, dan kreatif.
Capaian Pembelajaran (CP) Fase D didesain untuk mentransformasi peserta didik dari sekadar pengguna bahasa menjadi individu yang berpikir kritis dan berbudaya (berwatak) dalam berbahasa.
Daftar Isi
Tujuan dan Rasional Fase D (SMP/MTs)
Fase D meliputi tiga tahun masa belajar (Kelas 7, 8, dan 9). Setelah lulus dari jenjang ini, peserta didik diharapkan memiliki kompetensi fungsional yang memungkinkan mereka berinteraksi secara efektif dan santun dalam berbagai konteks sosial Jawa.
Secara spesifik, pembelajaran Bahasa Jawa di SMP berfokus pada:
- Penguasaan Kaidah Kebahasaan (Paramasastra): Memahami tata bahasa (morfologi dan sintaksis) Bahasa Jawa yang lebih kompleks, khususnya varian Krama Madya dan Krama Inggil.
- Produksi Teks Fungsional dan Sastra: Mampu menciptakan berbagai jenis teks, baik nonsastra (misalnya Panatacara/Pranata Adicara, Iklan) maupun teks sastra (misalnya Cerkak dan Sandiwara), yang mencerminkan kekayaan budaya Jawa.
- Puncak Literasi Aksara Jawa: Menguasai kaidah penulisan Aksara Jawa secara menyeluruh, termasuk Aksara Murda, Aksara Reka, Aksara Swara, dan Angka Jawa, yang sebelumnya hanya dikenalkan dasarnya di SD.
- Kemampuan Analisis dan Evaluasi: Mampu menganalisis, membandingkan, dan mengevaluasi isi dan nilai-nilai yang terkandung dalam teks sastra Jawa yang lebih berat (misalnya Tembang Macapat yang lebih beragam dan Wayang Purwa).
Pola Pikir Makro (Jagad Gedhe) sebagai Arah Pendidikan Menengah Pertama
Di Fase D, peserta didik mulai diarahkan pada pola pikir makro yang lebih luas, yaitu:
- Pembelajaran bertujuan mengolah kearifan lokal agar mampu didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional dan regional.
- Mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang santun, fasih, dan akurat, sehingga peserta didik siap berkontribusi positif dalam masyarakat.
- Peningkatan kompetensi untuk merefleksikan budaya Jawa melalui bahasa dan sastra, bukan sekadar menirukan.
Capaian Pembelajaran Bahasa Jawa Fase D (SMP/MTs)
Capaian pembelajaran pada Fase D dituntut lebih mendalam pada empat elemen berbahasa, dengan penekanan pada kemampuan menganalisis (C4) dan mencipta (C6).
Detail Capaian Kritis Fase D
Capaian Fase D adalah titik tolak menuju penguasaan Bahasa Jawa secara profesional. Dua aspek yang perlu digarisbawahi adalah:
1. Penguasaan Unggah-Ungguh Basa yang Menyeluruh
Di SD, siswa cenderung hanya dikenalkan pada ngoko dan krama. Di SMP, penguasaan Unggah-Ungguh Basa harus mencapai tingkatan:
- Ngoko: Digunakan untuk teman sebaya, orang yang lebih muda, atau situasi informal.
- Krama Madya: Pilihan kata yang lebih halus dari ngoko, digunakan dalam situasi formal atau kepada orang yang dihormati namun belum mencapai tingkat krama inggil.
- Krama Inggil: Ini adalah target utama. Digunakan untuk berbicara dengan orang tua, guru, pejabat, atau orang yang sangat dihormati. Fase D menuntut peserta didik tidak hanya tahu, tetapi mampu menggunakan Krama Inggil secara spontan dan tepat (laras dan leres) dalam konteks seperti Panatacara atau Sesorah.
2. Kualitas Teks yang Dihasilkan
CP Fase D menuntut peserta didik mampu menghasilkan teks yang memiliki nilai fungsional tinggi:
- Panatacara/Pranata Adicara: Ini adalah kemampuan menjadi pembawa acara (master of ceremony) dalam bahasa Jawa. Ini memerlukan kombinasi kemampuan menulis naskah yang baku, public speaking yang fasih, dan penggunaan Krama Inggil yang sempurna—keterampilan yang sangat dihargai dalam masyarakat Jawa.
- Artikel Budaya: Menulis artikel tentang budaya Jawa (seperti Batik, Keris, Kuliner, Upacara Adat) menunjukkan kemampuan penelitian, analisis, dan penyajian informasi dalam bentuk tulisan ilmiah populer.
- Aksara Jawa Penuh: Penulisan Aksara Jawa di Fase D sudah mencakup Aksara Murda (untuk nama gelar dan tempat), Aksara Reka (untuk huruf serapan asing/Arab), dan Angka Jawa. Ini menandakan peserta didik siap menjadi pewaris aksara yang komprehensif.
Implikasi Kurikulum bagi Pendidik dan Orang Tua
Implementasi CP Fase D di SMP/MTs menuntut strategi pembelajaran yang lebih canggih dan kontekstual. Guru dituntut untuk:
- Menggeser Paradigma Pembelajaran: Dari textbook-oriented menjadi project-based learning. Misalnya, proyek membuat pertunjukan sandiwara pendek atau menjadi panatacara dalam upacara sekolah.
- Mendalami Sastra Klasik: Tembang Macapat (Dhandhanggula dan Sinom) dan Wayang Purwa (khususnya episode Mahabharata) harus dijadikan bahan analisis untuk menggali filosofi dan nilai-nilai etika Jawa.
- Penggunaan Teknologi: Memanfaatkan teknologi audio-visual untuk produksi iklan (pariwara) atau sandiwara, menjadikan pembelajaran lebih relevan dengan konteks kekinian peserta didik.
- Kolaborasi Unggah-Ungguh: Penerapan Unggah-Ungguh Basa tidak hanya di kelas Bahasa Jawa, tetapi harus menjadi budaya sekolah (misalnya, membiasakan siswa menggunakan Krama Inggil saat berbicara dengan guru).
Secara keseluruhan, CP Bahasa Jawa Fase D adalah gerbang penting. Di akhir jenjang SMP, peserta didik diharapkan tidak hanya sekadar bisa berbahasa Jawa, tetapi menjadi agen budaya yang mampu melestarikan dan mengembangkan bahasa dan sastra Jawa dengan sikap kritis, kreatif, dan penuh jati diri. Kurikulum ini memastikan lulusan SMP Jawa Tengah memiliki fondasi budaya yang kuat sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.