BAB 2 — Membaca Peta Manusia di Sekolah. Salah satu kemampuan paling penting yang harus dimiliki kepala sekolah, tetapi jarang diajarkan dalam pelatihan apa pun, adalah kemampuan membaca manusia. Bukan membaca pikiran, tentu saja, tetapi membaca pola, gestur, cara bicara, dan kebiasaan sosial setiap orang di sekolah. Sekolah bukan hanya tempat belajar murid. Sekolah adalah tempat di mana manusia berkumpul dengan karakter yang sangat beragam. Dan tugas kepala sekolah bukan hanya memimpin, tetapi menyatukan semua karakter itu agar bergerak ke arah yang sama. Di sinilah banyak kepala sekolah baru kewalahan — bukan karena administrasi, bukan karena rapat dinas, tetapi karena dinamika manusia di dalam sekolah lebih rumit daripada aturan mana pun.
Guru Senior: Penjaga Tradisi dan Penentu Suasana
Guru senior adalah peta pertama yang harus kita pahami. Mereka bukan hanya memiliki masa kerja panjang; mereka adalah “ingatan hidup” sekolah. Mereka tahu sejarah konflik, tahu pola kepala sekolah sebelumnya, bahkan tahu cerita yang tidak ada di dokumen mana pun.
Secara umum, guru senior terbagi menjadi dua kelompok besar:
- Guru Senior yang Suportif
Mereka biasanya bijaksana, tenang, dan tidak mudah terbawa drama. Mereka menghargai kepala sekolah yang mau mendengarkan dan tidak meremehkan pengalaman mereka. Jika guru senior tipe ini mendukung kita, separuh suasana sekolah akan terasa ringan.
Tanda-tanda guru senior suportif diantaranya berupa Senyum tulus dan tidak berlebihan, Memberi saran tanpa menggurui, Tidak membandingkan kita dengan kepala sekolah sebelumnya, Arah pembicaraannya selalu untuk kebaikan sekolah.
- Guru Senior yang Defensif
Guru senior jenis ini sering merasa terancam oleh perubahan. Bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena mereka takut kehilangan stabilitas yang sudah mereka bangun bertahun-tahun. Tanda-tandanya: Sering berkata “Dulu itu…”, “Waktu kepala sekolah yang lama…”, atau “Biasanya begini…”Berhati-hati atau bahkan enggan dekat dengan kepala sekolah baru. Memiliki kedekatan emosional dengan kelompok tertentu. Cenderung menguji apakah kepala sekolah baru bisa dihormati. Cara menghadapi guru senior yang defensif bukan dengan keras atau memaksa, tetapi dengan menghargai pengalaman mereka dulu, lalu mengajak pelan-pelan berubah bersama. Kalimat sederhana seperti: “Pengalaman Ibu/Bapak sangat penting untuk arah sekolah ke depan. Boleh saya belajar dari hal-hal yang dulu pernah berjalan baik?”. bisa membuka pintu komunikasi yang sebelumnya tertutup rapat.
Guru Muda: Energi Besar yang Perlu Arah
Guru muda sering membawa semangat besar dan ide-ide baru. Mereka biasanya tidak suka birokrasi, lebih suka bergerak cepat, dan ingin merasa dihargai sebagai rekan profesional. Tapi mereka juga gampang patah semangat jika merasa Disepelekan, Dicuekkan, atau Dianggap belum tahu apa-apa. Guru muda tidak selalu butuh pujian. Mereka butuh ruang, kesempatan, dan kepercayaan.
Ada dua jenis guru muda:
- Guru Muda yang Berani Inovasi
Mereka suka mencoba hal baru, mengikuti perkembangan, dan biasanya dekat dengan siswa. Tetapi jika tidak diarahkan, mereka bisa terlalu terburu-buru dan lupa prosedur.
Cara terbaik menghadapi mereka adalah memberi pagar yang jelas Apa yang boleh, Apa yang tidak boleh, Dan batas waktu yang harus dipatuhi. Jika pagar jelas, mereka akan bergerak dengan cepat dan aman.
- Guru Muda yang Mudah Baper
Guru muda jenis ini baik, rajin, dan punya hati besar, tetapi sensitif terhadap nada bicara atau ekspresi kepala sekolah. Mereka mudah memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak serius.
Kalimat yang terlalu tegas bisa disalahartikan. Nada yang terlalu datar bisa dianggap marah. Senyum yang kurang lebar bisa dianggap tidak suka. Untuk mereka, kita perlu bahasa yang lebih manusiawi: “Saya apresiasi usahamu. Cuma mungkin bagian ini bisa kita perbaiki bersama ya.” Bagi mereka, tambahan kata “kita” atau “bersama” sangat berarti.
Karyawan Tata Usaha: Radar Sosial Sekolah
Jika guru adalah pembelajar, karyawan TU adalah pengamat. Mereka tahu perubahan suasana, hubungan antar guru, kecenderungan kepala sekolah, dan bahkan hal-hal kecil lainnya yang mempengaruhi ritme sekolah. Karyawan sering menjadi jembatan komunikasi antara banyak pihak, dan hubungan baik dengan mereka sangat membantu. Namun kita harus hati-hati, karena kedekatan dengan karyawan bisa dilihat berbeda oleh guru. Kunci interaksi dengan TU adalah profesional, tidak terlalu dekat, tidak terlalu jauh, dan tetap menjaga garis wibawa. Waspadai satu hal: TU sering menjadi tempat “lintasan informasi”—kadang informasi benar, kadang setengah benar. Jadi, dengarkan, tetapi jangan langsung menyimpulkan.
Teknik “Observasi Diam” 30 Hari Pertama
Ini teknik yang saya gunakan sejak hari pertama dan sangat mengubah cara saya memahami sekolah:
- Tidak langsung mengubah aturan
Biarkan aturan berjalan apa adanya, supaya kita bisa melihat pola lama yang terbentuk.
- Perhatikan siapa yang datang ke ruang kepala sekolah, dan untuk apa
Orang pertama yang datang biasanya memiliki kreativitas atau kepentingan tertentu. Orang yang menunggu lama biasanya sedang menilai karakter kita.
- Dengarkan cara guru bercanda
Bercandanya guru bisa mengungkap banyak hal: siapa yang dominan, siapa yang pendiam, siapa yang mudah tersinggung, siapa yang berpengaruh.
- Amati rapat pertama
Dari rapat pertama, kita bisa melihat Siapa yang berani bicara, Siapa yang hanya mengamati, Siapa yang berusaha menguji, Siapa yang menjadi penengah.
- Catat, jangan mengomentari
Saat kita mengamati, kita tidak boleh terlalu cepat memberi tanda “ini orang susah”, “ini orang drama”, atau “ini orang tidak suka saya”. Kadang orang terlihat keras di awal, tetapi ternyata hatinya sangat lembut. Kadang yang terlihat tenang, justru paling berpengaruh di balik layar.
Mengapa Membaca Peta Manusia Sangat Penting?
Karena program sekolah yang paling baik pun tidak akan berjalan jika tidak sesuai dengan karakter manusianya. Guru dan karyawan bukan robot yang bisa diklik sesuai perintah. Mereka digerakkan oleh rasa dihargai, rasa dipercaya, rasa punya peran, dan rasa nyaman. Jika kepala sekolah mampu membaca peta manusia sejak awal, maka konflik mudah dicegah, drama tidak cepat membesar, guru bekerja dengan lebih ikhlas, program berjalan tanpa banyak paksaan, dan wibawa kepala sekolah terbentuk secara alami. Sebaliknya, jika karakter manusia salah dibaca sejak awal, kita akan menghadapi 1095 hari yang jauh lebih berat.
