Ebook 1095 hari menjadi Kepala Sekolah

Rahasia Membangun Kesan Pertama: Antara Wibawa, Hangat, dan Tetap Jadi Diri Sendiri

BAB 3 – Rahasia Membangun Kesan Pertama: Antara Wibawa, Hangat, dan Tetap Jadi Diri Sendiri. Ada yang bilang, “Kepala sekolah itu dinilai dari 10 menit pertama sejak ia datang ke sekolah.” Kalimat itu benar juga, meski tidak sepenuhnya. Nyatanya, guru-guru akan mengamati kepala sekolah bukan hanya saat sambutan pertama, tetapi setiap gerak-gerik yang kita lakukan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan pertama.

Di BAB 3 ini saya ingin membahas fase penting yang sering tidak dibahas dalam buku teori:

fase adaptasi 3 bulan pertama, masa-masa yang menentukan apakah Anda akan disukai, dihormati, dicuekin, atau bahkan “dicoba untuk dijatuhkan secara halus”.

Jangan Terlalu Berwibawa di Awal – Tapi Jangan Terlalu Akrab Juga

Banyak kepala sekolah baru salah langkah di hari-hari pertama. Ada yang terlalu kaku: Masuk sekolah seperti sedang memimpin upacara militer, bicara dengan volume tinggi, dan memberi banyak instruksi pada pertemuan pertama. Efeknya? Guru-guru langsung membangun tembok.

Ada juga yang terlalu cair:

Baru seminggu sudah nongkrong bareng guru-guru sambil bercanda seperti teman sebaya. Efeknya? Wibawanya hilang sebelum sempat dibangun. Kunci sebenarnya adalah seimbang:  Ramah tanpa lebay, Senyum, tapi tidak memaksakan obrolan,  Mendengar lebih banyak daripada berbicara, Menegur seperlunya, bukan setiap melihat kesalahan kecil. Anda sedang membangun “branding diri” tanpa berkata-kata. Guru-guru mengamati, menilai, dan menyimpulkan. Dan kesan pertama itu akan menempel lama.

Muncul di Tempat yang Tepat, Bukan Muncul di Mana-Mana

Kepala sekolah baru biasanya ingin terlihat aktif. Itu bagus. Tapi hati-hati kalau sampai terlihat “kepo” atau “mengontrol berlebihan.” Yang perlu Anda lakukan adalah: Datang ke kelas-kelas bukan untuk menilai, tapi untuk menyapa. Misal: “Bu, kelasnya rapi. Anak-anak hari ini kelihatan semangat ya?” Itu sudah cukup. Tidak perlu komentar panjang-luas, apalagi mengoreksi pembelajaran di kunjungan pertama. Ingat: Tujuan awal adalah membangun rasa nyaman, bukan menunjukkan siapa yang paling benar. Sebaliknya, ada kepala sekolah yang terlalu jarang muncul di ruang guru. Efeknya? Jarak makin besar. Guru akan segan bicara, tapi bukan karena hormat—melainkan karena merasa Anda tidak ingin berbaur.

Temui Orang yang “Paling Berpengaruh” Secara Personal

Setiap sekolah selalu punya tokoh-tokoh informal yang diam-diam memegang kendali pengaruh guru paling senior, guru paling cerewet, guru yang dekat dengan orang tua, TU yang paling dipercaya, penjaga sekolah yang tahu semua gosip, guru yang dianggap panutan oleh guru muda. Temui mereka bukan untuk mengambil hati, tapi untuk memahami kultur sekolah, membaca suasana, mengetahui dinamika yang belum terlihat.

Cara menghadapinya pun harus lembut. Tidak usah memanggil mereka secara resmi. Cukup ajak ngobrol santai di sela-sela kegiatan:

“Pak, saya ingin belajar tentang kebiasaan di sekolah ini. Bapak sudah lama di sini… biasanya tantangan apa yang sering muncul?”

Guru senior suka diberi ruang bercerita. Guru muda suka diberi kesempatan didengar. TU suka jika dihargai perannya. Penjaga sekolah suka jika namanya diingat. Sounds simple? Tapi efeknya besar.

Jangan Bawa Agenda Terlalu Banyak di Hari Pertama

Kepala sekolah baru kadang ingin menunjukkan perubahan cepat. Tapi perubahan itu seperti memasak nasi. Kalau apinya terlalu besar, nasi bisa gosong. Kalau terlalu cepat diaduk, jadi keras. Hari-hari pertama bukan waktunya membuat visi-misi baru, mengganti aturan, atau merombak struktur. Yang perlu Anda lakukan justru Mengumpulkan data sosial siapa yang paling sering protes, siapa yang selalu mengiyakan, siapa yang diam tapi super-efektif, siapa yang sering datang cepat tapi pulang paling awal, siapa yang paling dipercaya murid. Data sosial ini lebih penting daripada data rapor. Anda butuh peta sosial sebelum menentukan langkah.

Tunjukkan Anda Tegas—Tapi Hanya Sekali, di Momen yang Tepat

Kepala sekolah yang terlalu sering menegur di awal akan terlihat sok kuasa. Tapi kepala sekolah yang tidak pernah menunjukkan ketegasan akan dianggap lemah. Solusinya pilih satu momen strategis untuk menunjukkan bahwa Anda tidak bisa dipermainkan.

Contoh sederhana: Jika ada guru yang terang-terangan datang sangat terlambat tanpa alasan jelas di minggu pertama, cukup panggil dan bilang: “Bapak/Ibu penting untuk menjadi contoh. Kita sama-sama jaga ritme ya.” Tidak perlu marah. Tidak perlu pidato. Tapi setelah itu, kabar ketegasan Anda akan tersebar sendiri.

Buat Tradisi Baru Tapi yang “Kecil Saja” Dulu

Anda akan dianggap inovatif tanpa terlihat memaksa jika memulai dari hal-hal kecil. Contoh Jumat pagi senyum-sapa di gerbang, Kotak ide di ruang guru, Ngopi santai bulanan, 10 menit sharing sebelum rapat Tradisi kecil membuat Anda dekat tanpa mengorbankan wibawa. Tradisi besar (seperti perubahan kurikulum internal atau budaya kerja baru) baru dilakukan setelah 6–12 bulan.

Biarkan Guru Melihat Anda sebagai “Manusia”, Bukan Robot

Para kepala sekolah sering lupa menunjukkan sisi personal. Padahal guru lebih cepat percaya pada pemimpin yang punya “warna”. Contoh sederhana yang Anda bisa tunjukkan cerita ringan tentang kesibukan pagi Anda, hobi membaca, berkebun, atau olahraga, sesekali ikut bermain voli, membantu memindahkan kursi saat ada acara. Tindakan kecil itu memberi sinyal: “Saya pemimpin, tapi tetap manusia.” Guru akan lebih nyaman, tetapi tetap segan karena Anda tidak kehilangan arah.

Tiga bulan pertama di sekolah baru adalah fondasi dari 1095 hari perjalanan Anda sebagai kepala sekolah. Di masa ini, bukan program yang terpenting—melainkan relasi sosial. Cara Anda berjalan, bicara, tersenyum, menegur, dan bahkan diam, semuanya sedang direkam oleh guru dan karyawan. Jika Anda mampu menyeimbangkan keramahan dan ketegasan, kehangatan dan wibawa, kedekatan dan profesionalitas, maka hari-hari Anda berikutnya akan jauh lebih mudah.

Scroll to Top