kepalasekolah.id – Penerbitan Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 046/H/KR/2025 tentang Capaian Pembelajaran (CP) Bahasa Indonesia menandai sebuah era baru dalam pendidikan dasar, khususnya untuk Fase A (Kelas 1 dan 2 SD/MI). CP yang baru ini bukan sekadar pergantian kurikulum, melainkan sebuah perubahan filosofis dan pedagogis yang memiliki implikasi mendalam terhadap cara kita mengajar dan bagaimana anak-anak belajar Bahasa Indonesia. Implikasi ini menjangkau berbagai aspek, mulai dari metode pengajaran di kelas, peran guru dan orang tua, hingga sarana dan prasarana pembelajaran.
Daftar Isi
- 1 1. Pergeseran Paradigma Pengajaran: Dari Menghafal Menuju Memahami dan Mengaplikasikan
- 2 2. Peran Guru yang Berubah: Fasilitator, Inovator, dan Pembimbing Personal
- 3 3. Keterlibatan Orang Tua: Mitra Utama dalam Pengembangan Literasi Dini
- 4 4. Dukungan Sarana dan Prasarana: Perpustakaan dan Teknologi yang Ramah Anak
- 5 Masa Depan Literasi Indonesia Dimulai dari Fase A
1. Pergeseran Paradigma Pengajaran: Dari Menghafal Menuju Memahami dan Mengaplikasikan
Salah satu implikasi paling signifikan dari CP Bahasa Indonesia 2025 adalah pergeseran fokus dari pengajaran berbasis hafalan ke pembelajaran yang lebih mendalam dan aplikatif. Untuk siswa Fase A, ini berarti:
- Menyimak Aktif dan Kritis: Guru tidak lagi hanya meminta siswa mendengarkan, tetapi membimbing mereka untuk memahami informasi, menginterpretasi tuturan, dan menyiapkan tanggapan yang relevan. Contohnya, setelah mendengarkan cerita, siswa tidak hanya diminta menceritakan kembali, tetapi juga diajak mengidentifikasi perasaan tokoh atau memprediksi kelanjutan cerita.
- Membaca dan Memirsa Multimodal: Konsep memirsa (memahami sajian visual/audiovisual) menjadi krusial. Guru harus lebih sering menggunakan teks multimodal seperti buku bergambar, video pendek, atau aplikasi digital interaktif. Siswa Kelas 1 dan 2 akan diajak tidak hanya membaca tulisan, tetapi juga memahami makna dari gambar, infografis, atau animasi, yang sangat relevan dengan dunia digital mereka.
- Berbicara dan Mempresentasikan yang Kontekstual: Tujuan CP adalah agar siswa mampu merespons dengan santun, mengungkapkan gagasan, dan menceritakan kembali isi teks. Ini mendorong guru untuk menciptakan lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi secara verbal, seperti diskusi sederhana tentang pengalaman sehari-hari, menceritakan kembali dongeng yang didengar, atau presentasi singkat tentang hasil karya mereka. Rasa percaya diri dalam berekspresi menjadi kunci.
- Menulis Permulaan yang Bermakna: Menulis di Fase A bukan lagi sekadar menjiplak huruf atau kata. Siswa didorong untuk menulis permulaan dengan benar dan mengembangkan tulisan tangan yang semakin baik, serta menulis tipe teks sederhana tentang diri, keluarga, atau lingkungan dengan beberapa kalimat. Ini berarti proses menulis akan dimulai dari ide sederhana yang ingin mereka sampaikan, bahkan jika itu hanya berupa coretan gambar dengan beberapa kata. Guru perlu memfasilitasi “menulis bebas” dan memberikan umpan balik yang konstruktif.
2. Peran Guru yang Berubah: Fasilitator, Inovator, dan Pembimbing Personal
Penerapan CP ini menuntut perubahan peran mendasar bagi guru di Kelas 1 dan 2 SD/MI. Guru kini lebih dari sekadar penyampai materi; mereka adalah:
- Fasilitator Pembelajaran: Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, interaktif, dan memungkinkan siswa untuk aktif bereksplorasi. Ini termasuk merancang aktivitas yang beragam, dari permainan bahasa hingga proyek sederhana.
- Inovator Media Pembelajaran: Dengan penekanan pada teks multimodal dan teknologi, guru diharapkan lebih kreatif dalam memanfaatkan berbagai media. Penggunaan video edukasi, e-book interaktif, atau bahkan aplikasi sederhana di tablet bisa menjadi alat bantu yang powerful untuk menarik minat belajar siswa.
- Pembimbing Personal (Diferensiasi): Siswa Fase A memiliki tingkat perkembangan yang sangat bervariasi. Guru perlu menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, menyesuaikan strategi dan materi ajar dengan kebutuhan individual siswa. Ada yang mungkin lebih cepat menangkap konsep membaca, sementara yang lain perlu lebih banyak bimbingan dalam menulis. CP ini mendorong guru untuk lebih peka terhadap perbedaan ini.
- Kolaborator Lintas Mata Pelajaran: Karena Bahasa Indonesia menjadi “penghela” untuk mata pelajaran lain, guru diharapkan mampu mengintegrasikan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan mata pelajaran lain seperti IPA, Matematika, atau Seni. Misalnya, siswa bisa membaca teks tentang hewan, lalu menuliskan ciri-cirinya, atau menceritakan kembali proses pertumbuhan tanaman.
3. Keterlibatan Orang Tua: Mitra Utama dalam Pengembangan Literasi Dini
Peran orang tua menjadi sangat vital dalam mendukung keberhasilan CP ini, terutama di Fase A. Proses pembelajaran tidak berhenti di sekolah, tetapi berlanjut di rumah.
- Lingkungan Literasi di Rumah: Orang tua didorong untuk menciptakan lingkungan yang kaya literasi di rumah. Ini bisa berupa menyediakan buku bacaan anak yang bervariasi, mengajak anak berbicara dan bercerita, menonton film edukasi bersama, atau bahkan sekadar membacakan dongeng sebelum tidur.
- Komunikasi Aktif dengan Sekolah: Penting bagi orang tua untuk menjalin komunikasi yang intens dengan guru mengenai perkembangan literasi anak. Mereka bisa memahami apa yang sedang dipelajari anak di sekolah dan bagaimana cara mendukungnya di rumah.
- Mendorong Ekspresi Anak: Orang tua perlu memberikan ruang dan dukungan bagi anak untuk berekspresi, baik secara lisan maupun tertulis, tanpa takut salah. Apresiasi terhadap setiap usaha anak dalam berkomunikasi akan membangun rasa percaya diri mereka.
4. Dukungan Sarana dan Prasarana: Perpustakaan dan Teknologi yang Ramah Anak
Implementasi CP ini juga menuntut dukungan dari sisi sarana dan prasarana sekolah:
- Perpustakaan yang Kaya dan Bervariasi: Ketersediaan buku-buku cerita anak, buku pengetahuan dasar, dan sumber bacaan lain yang sesuai dengan usia Fase A menjadi sangat penting. Perpustakaan sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan menarik bagi siswa untuk menjelajahi dunia melalui buku.
- Akses Teknologi Edukatif: Meskipun untuk Fase A, pengenalan dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna sangat diperlukan. Akses ke komputer atau tablet dengan aplikasi edukasi yang relevan, proyektor untuk menampilkan teks multimodal, atau akses internet yang terbatas untuk mencari informasi sederhana, dapat mendukung pembelajaran.
- Sudut Baca di Kelas: Setiap kelas sebaiknya memiliki sudut baca yang dilengkapi dengan buku-buku menarik, poster-poster edukasi, dan alat peraga sederhana untuk memicu minat baca dan berbicara siswa.
Masa Depan Literasi Indonesia Dimulai dari Fase A
Penerapan Capaian Pembelajaran Bahasa Indonesia 2025 untuk Fase A bukan hanya sekadar penambahan materi, melainkan sebuah investasi jangka panjang untuk membangun fondasi literasi yang kuat sejak dini. Dengan anak-anak yang memiliki kemampuan menyimak, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis yang kokoh, mereka akan siap menghadapi tantangan di jenjang pendidikan selanjutnya dan menjadi individu yang kritis, kreatif, serta mampu beradaptasi di era disrupsi. Kolaborasi aktif antara pemerintah, sekolah, guru, dan orang tua adalah kunci utama untuk memastikan bahwa setiap siswa di Kelas 1 dan 2 SD/MI dapat merasakan manfaat penuh dari transformasi pembelajaran Bahasa Indonesia ini.
Bagaimana kesiapan sekolah dan Anda sebagai orang tua atau pendidik dalam menyambut perubahan penting ini? Mari bersama-sama wujudkan generasi Indonesia yang literat dan berkarakter!