kepalasekolah.id – Pengaturan Rombel dalam Perencanaan Pendidikan: Permendikdasmen 26 Tahun 2025. Pemerintah melalui Permendikdasmen Nomor 26 Tahun 2025 semakin menegaskan pentingnya penataan rombongan belajar (rombel) sebagai fondasi perencanaan pendidikan yang bermutu. Penegasan tersebut tertuang secara rinci dalam Bab II tentang Perencanaan Kegiatan Pendidikan, khususnya pada Bagian Kesatu dan Bagian Kedua yang mengatur kerangka perencanaan sekaligus ketentuan teknis jumlah murid dalam setiap rombel.
Selama bertahun-tahun, persoalan kelebihan murid dalam satu kelas menjadi tantangan klasik di banyak daerah. Regulasi ini hadir untuk memastikan bahwa perencanaan rombel tidak lagi dilakukan secara pragmatis, melainkan berbasis standar nasional, data riil, serta prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (MBS/M).
Daftar Isi
Perencanaan Pendidikan sebagai Instrumen Kendali Rombel
Perencanaan Berangkat dari Evaluasi Diri Sekolah
Pasal 4 menegaskan bahwa perencanaan kegiatan pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar murid secara berkelanjutan. Perencanaan ini disusun berdasarkan evaluasi diri satuan pendidikan, yang mencakup kualitas pengelolaan, proses pembelajaran, dan capaian hasil belajar murid.
Dalam konteks rombel, evaluasi diri menjadi instrumen penting untuk menilai apakah jumlah murid per kelas sudah proporsional. Sekolah dituntut jujur membaca kondisi riil, mulai dari daya tampung ruang kelas, rasio guru-murid, hingga beban kerja pendidik.
Kolaborasi dan Penetapan oleh Kepala Sekolah
Perencanaan kegiatan pendidikan tidak disusun secara sepihak. Regulasi ini mewajibkan perencanaan disusun bersama komite sekolah/madrasah dan kemudian ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Mekanisme ini memperkuat prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan pendidikan, termasuk dalam menentukan jumlah rombel setiap tahun ajaran.
Dengan pendekatan ini, keputusan membuka atau menambah rombel tidak semata didorong oleh tekanan penerimaan peserta didik, tetapi berdasarkan pertimbangan mutu dan keberlanjutan layanan pendidikan.
Rencana Kerja Jangka Menengah dan Tahunan
Pasal 5 mengatur bahwa perencanaan dituangkan dalam rencana kerja satuan pendidikan, yang terdiri atas rencana jangka menengah empat tahunan dan rencana kerja tahunan. Penataan rombel masuk dalam kedua dokumen tersebut, baik sebagai strategi jangka panjang pemerataan layanan maupun sebagai langkah operasional tahunan.
Sekolah diwajibkan mengidentifikasi masalah prioritas, melakukan refleksi akar masalah, lalu menyusun program sebagai solusi. Kelebihan rombel atau kepadatan murid menjadi salah satu isu yang harus ditangani secara terencana, bukan situasional.
Empat Bidang Perencanaan yang Saling Terkait
Perencanaan pendidikan meliputi empat bidang utama: kurikulum dan pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan penganggaran. Keempatnya saling terkait erat dengan pengaturan rombel. Jumlah rombel akan menentukan kebutuhan guru, ruang kelas, serta alokasi anggaran operasional sekolah.
Kurikulum, Pembelajaran, dan Ketentuan Jumlah Rombel
Penataan Rombel sebagai Bagian dari Perencanaan Kurikulum
Pada Bagian Kedua, Pasal 7 menegaskan bahwa perencanaan di bidang kurikulum dan pembelajaran harus menghasilkan kurikulum satuan pendidikan, program pembelajaran, dan program penilaian. Seluruhnya disusun secara fleksibel dan kontekstual, menyesuaikan karakteristik murid dalam setiap rombel.
Artinya, jumlah murid dalam satu rombel tidak hanya berdampak pada administrasi, tetapi sangat memengaruhi kualitas pembelajaran, interaksi guru-murid, serta efektivitas penilaian.
Ketentuan Jumlah Murid per Rombel dari PAUD hingga Kesetaraan
Pasal 8 menjadi inti pengaturan rombel dalam Permendikdasmen 26 Tahun 2025. Regulasi ini menetapkan batas maksimal jumlah murid dalam satu rombongan belajar sebagai berikut:
PAUD
-
Usia 0–2 tahun: maksimal 10 murid per rombel
-
Usia >2–4 tahun: maksimal 12 murid per rombel
-
Usia >4–6 tahun: maksimal 15 murid per rombel
Sekolah Dasar (SD/MI)
-
Maksimal 28 murid per rombel
Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs)
-
Maksimal 32 murid per rombel
Sekolah Menengah Atas (SMA/MA)
-
Maksimal 36 murid per rombel
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK/MAK)
-
Maksimal 36 murid per rombel
Pendidikan Khusus
-
SDLB: maksimal 5 murid per rombel
-
SMPLB dan SMALB: maksimal 8 murid per rombel
Pendidikan Kesetaraan
-
Paket A: maksimal 20 murid per rombel
-
Paket B: maksimal 25 murid per rombel
-
Paket C: maksimal 30 murid per rombel
Ketentuan ini menegaskan bahwa standar rombel dirancang berbeda sesuai jenjang dan karakteristik peserta didik, demi menjamin layanan pendidikan yang optimal.
Dasar Penetapan Jumlah Rombel
Penetapan jumlah murid per rombel harus mempertimbangkan tiga faktor utama, yaitu:
-
ketersediaan ruang kelas sesuai standar sarana prasarana,
-
ketersediaan pendidik sesuai kebutuhan pembelajaran,
-
kapasitas anggaran satuan pendidikan.
Selengkapnya unduh Salinan Permendikdasmen 26 tahun 2025
Dengan pendekatan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa penambahan rombel tidak mengorbankan kualitas pembelajaran dan keselamatan peserta didik.
Pengecualian Bersyarat dan Tenggat Penyesuaian
Permendikdasmen 26 Tahun 2025 memberikan ruang pengecualian bagi satuan pendidikan di wilayah tertentu, seperti daerah dengan keterbatasan akses atau kekurangan guru. Namun, pengecualian ini bersifat sementara dan harus mendapat rekomendasi resmi dari instansi berwenang. Sekolah juga diwajibkan melakukan penyesuaian kembali paling lambat dalam jangka waktu yang ditentukan.
Implikasi bagi Sekolah dan Pemerintah Daerah
Dengan ketentuan rombel yang semakin rinci, sekolah dan pemerintah daerah dituntut melakukan perencanaan lebih matang, terutama dalam penerimaan peserta didik baru. Praktik membuka kelas dengan jumlah murid berlebih berpotensi bertentangan dengan standar nasional dan dapat berdampak pada penilaian mutu satuan pendidikan.
Penutup
Permendikdasmen Nomor 26 Tahun 2025 menegaskan bahwa rombongan belajar bukan sekadar angka, melainkan instrumen strategis dalam menjamin mutu pembelajaran. Dengan penataan rombel yang proporsional, diharapkan interaksi belajar lebih efektif, beban kerja guru lebih seimbang, dan hak murid atas layanan pendidikan bermutu dapat terpenuhi secara adil dan merata.
