Tantangan Kesenjangan Infrastruktur Teknologi di Sekolah Indonesia: Implikasi untuk Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial

Tantangan Kesenjangan Infrastruktur Teknologi di Sekolah Indonesia: Implikasi untuk Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial

kepalasekolah.id –  Tantangan Kesenjangan Infrastruktur Teknologi di Sekolah Indonesia: Implikasi untuk Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial. Pemerataan pendidikan di Indonesia telah lama menjadi tantangan, terutama dalam aspek infrastruktur teknologi. Dalam era digital saat ini, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Namun, kesenjangan infrastruktur antara wilayah timur dan barat Indonesia masih menunjukkan ketimpangan yang signifikan, terutama dalam implementasi pembelajaran berbasis teknologi seperti koding dan kecerdasan artifisial (AI).

Kesenjangan ini bukan hanya persoalan akses fisik terhadap teknologi, melainkan juga soal kualitas dan intensitas pemanfaatannya di lingkungan sekolah. Hal ini menjadi persoalan krusial ketika kurikulum nasional mulai mengarah ke digitalisasi dan adopsi pembelajaran koding dan AI.

Ketimpangan Geografis dan Dampaknya terhadap Pendidikan Teknologi

Beberapa studi menunjukkan bahwa faktor geografis masih menjadi sumber utama ketimpangan, baik secara ekonomi maupun pendidikan (Azizah, 2015; Sihombing, 2019; Kurniawan dkk., 2019). Daerah-daerah terpencil dan tertinggal umumnya menghadapi tantangan ganda, yaitu keterbatasan sumber daya serta hambatan infrastruktur.

Dalam konteks pendidikan berbasis teknologi, kesenjangan geografis ini berbanding lurus dengan kesenjangan digital. Kartiasih dkk. (2022) menegaskan bahwa digital divide antarwilayah di Indonesia masih sangat mencolok. Ketimpangan ini mencakup berbagai aspek: dari ketersediaan jaringan listrik, kepemilikan komputer, hingga akses terhadap internet.

Infrastruktur: Prasyarat Utama Pendidikan Digital

Menurut Warschauer (2003), infrastruktur teknologi merupakan prasyarat utama dalam penerapan pendidikan berbasis teknologi. Tanpa keberadaan perangkat dan jaringan yang memadai, sulit untuk mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Misalnya, pembelajaran koding memerlukan komputer dengan spesifikasi minimum tertentu, koneksi internet stabil, serta perangkat lunak pendukung.

Sayangnya, kondisi infrastruktur tersebut belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Studi Thakur (2014) tentang India menunjukkan bahwa meskipun teknologi sudah diperkenalkan sejak lama, akses terhadap komputer di daerah pedesaan tetap minim. Fenomena yang serupa juga terjadi di Indonesia.

Bukti Empiris: Temuan dari Studi INOVASI dan Dapodik 2024

Sebuah studi oleh INOVASI pada tahun 2022 menyimpulkan bahwa peserta didik di daerah pedesaan dan terpencil memiliki lebih sedikit akses terhadap teknologi dibandingkan peserta didik di kota. Ini berdampak langsung pada rendahnya efektivitas pembelajaran koding dan AI, karena materi-materi digital tidak dapat diakses secara merata.

Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 2024 juga menunjukkan fakta yang serupa. Meskipun sebagian besar sekolah sudah memiliki akses listrik dan internet serta setidaknya satu unit komputer, namun jika dilihat secara rinci, hanya sekitar 22% SD yang memiliki lebih dari 15 unit komputer. Jumlah ini tentu tidak memadai jika dibandingkan dengan jumlah siswa di setiap sekolah dasar, yang rata-rata bisa mencapai 100-200 orang.

Di tingkat pendidikan menengah, 69% SMA dan 60% SMK yang mampu memenuhi kriteria ketersediaan komputer yang layak. Sementara itu, sekolah-sekolah di daerah seperti Kabupaten Mamberamo Raya, Papua dan Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Di Mamberamo Raya, hanya 9% sekolah jenjang SMP yang memiliki komputer lebih dari lima unit. Di Nias Selatan, hanya 11% yang memenuhi kriteria yang sama.

Kontras Kondisi Antardaerah

Ketimpangan yang terjadi antara wilayah terpencil dan wilayah maju di Indonesia sangat mencolok. Contohnya, di Kota Madiun, Jawa Timur, sebanyak 91% sekolah jenjang SMP memiliki lebih dari lima unit komputer. Perbandingan ini menunjukkan betapa jauhnya ketimpangan akses dan kesiapan infrastruktur teknologi antardaerah di Indonesia.

Kondisi ini tidak hanya mencerminkan kesenjangan dalam ketersediaan perangkat, tetapi juga menyiratkan tantangan lain seperti kualitas perangkat yang tersedia, kecepatan koneksi internet, dan kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi.

Implikasi terhadap Pembelajaran Koding dan AI

Pembelajaran koding dan AI sangat tergantung pada ketersediaan teknologi. Tanpa perangkat dan koneksi yang layak, pembelajaran ini tidak akan bisa berjalan secara optimal, bahkan bisa sepenuhnya tidak terlaksana di beberapa daerah.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembelajaran koding dan AI belum bisa diimplementasikan secara merata. Sekolah-sekolah di daerah perkotaan mungkin sudah mulai melaksanakannya, namun sekolah di pedalaman masih berjuang dengan persoalan dasar seperti listrik dan jaringan.

Jika kesenjangan ini tidak segera ditangani, maka implementasi Kurikulum Nasional yang menekankan literasi digital dan kompetensi abad ke-21 akan gagal menciptakan keadilan pendidikan.

Tantangan Infrastruktur sebagai Masalah Sistemik

Kesenjangan infrastruktur teknologi di sekolah bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga masalah sistemik. Ini berkaitan dengan alokasi anggaran, koordinasi lintas sektor, dan prioritas pembangunan daerah. Sekolah yang berada di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) sering kali tidak masuk dalam skala prioritas pengembangan infrastruktur teknologi.

Pemerintah perlu menerapkan kebijakan asimetris—sebuah pendekatan yang menyesuaikan intervensi berdasarkan karakteristik dan kondisi daerah. Kebijakan semacam ini penting agar tidak terjadi “pemerataan ketimpangan” dalam implementasi pendidikan berbasis teknologi.

Strategi dan Rekomendasi Kebijakan

Berikut beberapa strategi kebijakan yang dapat ditempuh:

  1. Penguatan Infrastruktur Dasar
    Pemerintah daerah dan pusat perlu meningkatkan akses listrik dan jaringan internet terlebih dahulu, sebagai fondasi utama.

  2. Distribusi Perangkat Komputer Secara Merata
    Perlu ada pendataan ulang dan distribusi komputer ke sekolah-sekolah yang belum memenuhi standar minimal perangkat.

  3. Kemitraan dengan Swasta
    Kolaborasi dengan perusahaan teknologi dan penyedia layanan internet dapat menjadi alternatif solusi pengadaan dan pemeliharaan perangkat.

  4. Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan
    Selain perangkat keras, sumber daya manusia juga harus disiapkan melalui pelatihan yang berkelanjutan agar dapat mengelola dan mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran.

  5. Pengembangan Platform Offline
    Untuk daerah yang belum memiliki jaringan internet stabil, pemerintah dapat menyediakan konten pembelajaran berbasis koding dan AI dalam bentuk offline atau semi-offline (misalnya melalui intranet sekolah).

  6. Kebijakan Insentif untuk Sekolah di Daerah 3T
    Berikan insentif berupa bantuan khusus, tunjangan tambahan, atau program afirmatif untuk sekolah di wilayah-wilayah dengan keterbatasan akses teknologi.

Jumlah Sekolah berdasarkan Ketersediaan Listrik, Internet, dan Komputer
Jumlah Sekolah berdasarkan Ketersediaan Listrik, Internet, dan Komputer

Penutup: Mengatasi Kesenjangan untuk Masa Depan Pendidikan yang Setara

Kesenjangan infrastruktur teknologi adalah tantangan nyata dalam implementasi pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial di Indonesia. Data dan fakta menunjukkan bahwa tanpa intervensi serius, ketimpangan ini akan terus memperlebar jurang kualitas pendidikan antardaerah.

Untuk itu, diperlukan pendekatan kebijakan yang inklusif, terarah, dan berkelanjutan. Hanya dengan cara inilah pendidikan berbasis teknologi dapat dijalankan secara adil dan merata, demi menciptakan generasi Indonesia yang melek digital dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Scroll to Top