kepalasekolah.id – Tantangan Kesiapan dan Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial. Guru merupakan aktor utama dalam ekosistem pendidikan yang memegang peran sentral dalam keberhasilan pembelajaran. Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) menjadi inisiatif penting yang mulai diintegrasikan dalam kurikulum di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, keberhasilan implementasi program ini sangat ditentukan oleh kesiapan dan kompetensi guru sebagai ujung tombak pelaksana di lapangan.
Daftar Isi
- 1 Keterbatasan Kompetensi Guru dalam Teknologi Digital
- 2 Studi Internasional: Tantangan Global yang Serupa
- 3 Kurangnya Pelatihan yang Relevan dan Berkelanjutan
- 4 Tantangan Mindset: Kurangnya Pola Pikir Berkembang
- 5 Dampak Ketidaksiapan Guru terhadap Implementasi Kebijakan
- 6 Rekomendasi Strategis untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
- 7 Kesimpulan
Keterbatasan Kompetensi Guru dalam Teknologi Digital
Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan kompetensi guru dalam teknologi digital. Pengalaman selama masa pandemi COVID-19 memberikan gambaran nyata bagaimana guru masih mengalami kendala dalam mengoperasikan perangkat pembelajaran daring. Laporan UNICEF (2020) mengungkapkan bahwa 67% guru Indonesia menghadapi kesulitan dalam menggunakan platform pembelajaran online. Padahal, kompetensi yang dibutuhkan untuk mengajar koding dan KA jauh lebih kompleks daripada hanya sekadar menggunakan aplikasi pembelajaran daring.
Pembelajaran koding memerlukan pemahaman logika pemrograman, algoritma, serta keterampilan berpikir komputasional. Sementara itu, kecerdasan artifisial menuntut penguasaan konsep-konsep baru seperti machine learning, data analysis, dan pemodelan berbasis AI. Kondisi ini menunjukkan bahwa belum semua guru memiliki landasan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengajar materi yang bersifat teknis dan canggih tersebut.
Studi Internasional: Tantangan Global yang Serupa
Tantangan terkait kompetensi guru dalam pembelajaran koding dan KA tidak hanya terjadi di Indonesia. Studi kasus dari India menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan guru yang beragam menjadi kendala dalam penerapan kebijakan pengenalan pemrograman dan berpikir komputasional (Sharma, 2024). Banyak guru di India yang tidak memiliki pendidikan dasar di bidang teknologi, sehingga mengalami kesulitan ketika harus mengajarkan materi tersebut kepada siswa.
Hal serupa juga ditemukan di negara maju seperti Singapura dan Korea Selatan. Meskipun sebagian besar guru di kedua negara tersebut telah menyelesaikan pendidikan tingkat magister (S2), mereka tetap menghadapi tantangan karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Guru yang tidak memiliki latar belakang STEM (science, technology, engineering, and mathematics) merasa kurang percaya diri untuk mengajar materi koding dan KA. Hal ini diperkuat oleh temuan UNESCO (2023) dan penelitian Kim & Kwon (2023) yang menyebutkan bahwa kecepatan perubahan teknologi menjadi hambatan utama dalam peningkatan kompetensi guru.
Kurangnya Pelatihan yang Relevan dan Berkelanjutan
Salah satu penyebab keterbatasan kompetensi guru adalah kurangnya pelatihan yang relevan dan berkelanjutan. Banyak program pelatihan guru yang hanya bersifat teknis sesaat tanpa memberikan kesempatan bagi guru untuk benar-benar mendalami materi dan mengembangkan keterampilan mengajarnya secara holistik. Pelatihan semestinya tidak hanya fokus pada penggunaan aplikasi, tetapi juga mengembangkan pemahaman pedagogis yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran koding dan KA.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak guru di Indonesia yang belum mendapatkan akses pelatihan berkualitas yang mendukung transformasi digital pembelajaran. Keterbatasan dana, sumber daya pelatih, dan akses internet menjadi faktor penghambat utama dalam penyelenggaraan pelatihan ini, terutama di daerah tertinggal dan terpencil. Hal ini memperlebar kesenjangan kompetensi antar guru, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pembelajaran yang tidak merata.
Tantangan Mindset: Kurangnya Pola Pikir Berkembang
Selain kompetensi teknis, faktor non-teknis seperti pola pikir guru juga menjadi tantangan penting. Growth mindset atau pola pikir berkembang merupakan aspek kunci dalam pembelajaran abad ke-21. Guru dengan pola pikir berkembang cenderung terbuka terhadap pembelajaran hal baru, memiliki kemauan belajar mandiri, serta tidak takut untuk mencoba hal yang belum dikuasai.
Namun, kenyataannya masih banyak guru yang belum memiliki pola pikir ini. Studi Pratiwi & Utama (2024) menemukan bahwa rendahnya motivasi belajar menjadi salah satu hambatan utama dalam implementasi kurikulum baru. Guru yang tidak terbiasa dengan pembelajaran mandiri cenderung pasif dan menolak perubahan. Rendahnya motivasi ini diperparah oleh beban administratif yang tinggi serta kurangnya dukungan dari institusi pendidikan dan pemerintah.
Kondisi ini menciptakan siklus yang menghambat pertumbuhan kompetensi guru secara berkelanjutan. Ketika guru tidak memiliki motivasi untuk belajar dan tidak difasilitasi dengan lingkungan kerja yang mendukung, maka transformasi pendidikan berbasis teknologi akan sulit tercapai secara merata.
Dampak Ketidaksiapan Guru terhadap Implementasi Kebijakan
Ketidaksiapan dan keterbatasan kompetensi guru memberikan dampak langsung terhadap efektivitas implementasi kebijakan pembelajaran koding dan KA. Di lapangan, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menyusun perangkat ajar, merancang pembelajaran berbasis proyek, serta mengevaluasi capaian siswa dalam konteks berpikir komputasional.
Bahkan, dalam beberapa kasus, materi koding dan KA hanya diajarkan secara teoritis tanpa memberikan pengalaman praktik yang memadai kepada siswa. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip pembelajaran abad ke-21 yang menekankan pada penguasaan keterampilan melalui praktik langsung dan eksplorasi kreatif.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka integrasi koding dan KA ke dalam kurikulum hanya akan menjadi simbolis tanpa memberikan dampak nyata pada peningkatan literasi digital siswa. Akibatnya, tujuan pemerintah dalam menyiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan revolusi industri 5.0 dan ekonomi digital tidak akan tercapai.
Rekomendasi Strategis untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar pembelajaran koding dan KA dapat diimplementasikan secara efektif, perlu dilakukan beberapa langkah strategis yang berfokus pada penguatan kapasitas guru:
-
Penyelenggaraan Pelatihan Berkualitas dan Berkelanjutan
Pelatihan harus dirancang tidak hanya untuk meningkatkan keterampilan teknis guru, tetapi juga membekali mereka dengan strategi pedagogis yang kontekstual. Pelatihan harus bersifat berkelanjutan, tidak hanya satu kali, serta disertai dengan sistem mentoring dan komunitas belajar guru. -
Integrasi Teknologi dalam Pendidikan Guru Prajabatan
Program pendidikan guru di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) harus mulai mengintegrasikan materi koding, KA, dan berpikir komputasional ke dalam kurikulumnya. Hal ini akan membantu menghasilkan calon guru yang siap mengajar mata pelajaran berbasis teknologi. -
Penguatan Growth Mindset dan Budaya Belajar Mandiri
Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung pola pikir berkembang. Ini bisa diwujudkan melalui penyederhanaan beban administratif guru, pemberian insentif belajar, dan pengembangan platform pembelajaran daring khusus untuk guru. -
Kolaborasi dengan Industri Teknologi dan Komunitas Profesional
Guru perlu diberikan akses untuk belajar langsung dari praktisi industri dan komunitas profesional di bidang teknologi. Program magang, kunjungan industri, atau lokakarya kolaboratif bisa menjadi solusi untuk mempercepat peningkatan literasi teknologi guru. -
Evaluasi dan Monitoring Kompetensi Guru secara Rutin
Pemerintah harus memiliki sistem evaluasi kompetensi guru berbasis data yang digunakan untuk merancang kebijakan pengembangan profesi yang tepat sasaran. Pendekatan ini memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan tepat dalam mendukung guru di berbagai daerah.
Kesimpulan
Tantangan kesiapan dan kompetensi guru dalam pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial merupakan isu mendasar yang perlu ditangani secara komprehensif. Tidak cukup hanya menyediakan kurikulum atau perangkat pembelajaran, tetapi juga harus ada investasi serius dalam peningkatan kapasitas guru. Keterampilan teknis, mindset yang terbuka terhadap perubahan, serta dukungan institusional menjadi kunci utama keberhasilan implementasi pendidikan berbasis teknologi.
Jika tantangan ini tidak segera ditangani, maka Indonesia berisiko tertinggal dalam menyiapkan generasi muda yang mampu bersaing di era digital. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas teknologi, dan guru itu sendiri sangat diperlukan agar transformasi pendidikan berjalan optimal dan berkelanjutan.