kepalasekolah.id –  Bimtek dan Pelatihan Guru Koding dan Kecerdasan Artifisial di Indonesia. Program Bimbingan Teknis (Bimtek) dan pelatihan guru Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) di Indonesia menjadi langkah strategis dalam membangun kapasitas pendidik yang adaptif terhadap tuntutan teknologi dan era digital. Dalam upaya menyukseskan transformasi pendidikan digital, Direktorat Jenderal GTK-PG menyelenggarakan bimtek yang ditujukan untuk mempersiapkan calon pengajar pelatihan di tingkat daerah. Program ini disusun secara sistematis dengan pendekatan pembelajaran mendalam dan prinsip andragogi, sehingga mampu membekali guru dengan kompetensi faktual, aplikatif, serta karakter humanistik.
Peserta bimtek adalah calon pengajar yang berasal dari unsur Widyaiswara, Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) di UPT Ditjen GTK dan Vokasi PKPLK, serta Praktisi Pendidikan pada Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) yang telah ditetapkan oleh Kemendikdasmen. Narasumber berasal dari tim pengembang modul, praktisi, serta penyusun panduan pelatihan yang memiliki keahlian di bidang Koding dan KA.
Bimtek dirancang tidak hanya untuk transfer pengetahuan, melainkan juga untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada peserta. Metode yang digunakan meliputi problem-based learning, project-based learning, collaborative learning, serta pendekatan inkuiri. Peserta belajar melalui tiga tahap utama: memahami, mengaplikasi, dan merefleksi.
Tahap memahami mencakup eksplorasi teori dan konsep fundamental mengenai Koding dan KA. Tahap mengaplikasi memungkinkan peserta untuk menyimulasikan pembelajaran dengan model unplugged, plugged, maupun internet-based. Mereka juga ditugaskan merancang desain pembelajaran berdasarkan materi inti yang telah dipelajari. Pemanfaatan teknologi bersifat wajib, terutama dalam penerapan model plugged dan internet-based.
Selanjutnya, tahap refleksi bertujuan mengaitkan seluruh pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh selama bimtek menjadi satu kesimpulan utuh. Refleksi juga dilakukan melalui umpan balik yang diberikan oleh narasumber dan rekan sesama peserta. Sebagai bentuk penguatan, peserta melakukan praktik mengajar dan diberikan pemahaman mendalam tentang prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi). Hal ini mencakup motivasi belajar orang dewasa, pengaruh pengalaman hidup dalam proses pembelajaran, keterlibatan aktif, keberagaman gaya belajar, serta dorongan untuk belajar mandiri.
Pembelajaran dalam bimtek berlangsung dalam suasana yang terbuka, partisipatif, dan penuh kepercayaan. Narasumber bertindak sebagai fasilitator untuk menciptakan lingkungan diskusi yang mendorong pertukaran pikiran dan pengalaman. Seluruh dinamika ini dirancang untuk mempersiapkan peserta sebagai pelatih yang mampu menginspirasi dan membimbing guru lain di daerahnya.
Di sisi lain, pelatihan guru Koding dan KA dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen GTK-PG dan lembaga lain yang ditunjuk Kemendikdasmen. Untuk jenjang SD, pelatihan diberikan kepada guru kelas dan guru informatika. Sementara itu, di jenjang SMP, SMA, dan SMK ditujukan untuk guru informatika, atau jika tidak tersedia, kepada guru MIPA dan guru lain yang memiliki kompetensi bidang informatika disertai bukti pelatihan sebelumnya.
Pelatihan guru Koding dan KA menggunakan pendekatan mendalam dengan model IN-ON-IN. Tahap IN-1 (In-Service Training 1) berfokus pada pemahaman materi dan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL). Kemudian pada tahap ON (On-the Job Training), guru menerapkan RTL di satuan pendidikan masing-masing. Akhirnya, tahap IN-2 (In-Service Training 2) digunakan untuk refleksi, diskusi, serta penguatan materi berdasarkan pengalaman praktik.
Setiap tahap pelatihan mendorong keterlibatan aktif peserta dan penguatan kompetensi melalui pendekatan kolaboratif. Penelitian Jennings (2016) menunjukkan bahwa pelatihan yang hanya dilakukan satu kali tidak cukup efektif. Dampak maksimal diperoleh jika pelatihan diikuti dengan implementasi di lapangan, refleksi, serta diskusi komunitas. Komunitas belajar dan kelompok kerja guru menjadi elemen penting dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran pasca pelatihan.
Model pembelajaran 70-20-10 (Arets dkk., 2016) mendukung konsep ini: 70% pembelajaran efektif berasal dari pengalaman praktik langsung, 20% dari interaksi sosial, dan hanya 10% dari pelatihan formal. Maka, pelatihan guru Koding dan KA diarahkan untuk mengakomodasi seluruh dimensi ini.
Struktur materi pelatihan mencakup tiga komponen utama: kebijakan nasional terkait Koding dan KA, materi inti tentang teknik koding dan literasi digital, serta materi pendukung seperti perencanaan RTL dan evaluasi bimtek. Pelatihan lebih menekankan pada praktik (70%) dibandingkan konsep teoritis (30%). Pemanfaatan teknologi menjadi elemen dominan, terutama di jenjang SMP, SMA, dan SMK. Sementara itu, jenjang SD lebih berfokus pada pengembangan berpikir komputasional dan literasi digital dasar.
Untuk mendukung keberlanjutan pembelajaran, peserta juga difasilitasi dengan LMS dan bimbingan langsung. Pendekatan ini memperkuat integrasi antara pelatihan dan praktik kerja di sekolah. LMS menyediakan ruang untuk kolaborasi, diskusi, dan dokumentasi hasil pembelajaran. Hal ini membantu menciptakan ekosistem belajar yang berkelanjutan dan saling mendukung.
Skema pelatihan Koding dan KA mencerminkan integrasi antara pembelajaran formal, praktik langsung, dan pembelajaran sosial. Setiap tahap dirancang untuk saling melengkapi dan membentuk guru yang siap menghadapi tantangan pengajaran teknologi digital di kelas. Guru bukan hanya menguasai materi, tetapi juga mampu mentransfer nilai-nilai penting seperti berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan beretika.
Kesimpulannya, keberhasilan program bimtek dan pelatihan guru Koding dan Kecerdasan Artifisial sangat bergantung pada perencanaan matang, pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakter orang dewasa, serta dukungan keberlanjutan melalui komunitas dan pemanfaatan teknologi. Program ini menjadi tonggak penting dalam mempersiapkan generasi pendidik yang mampu mengantarkan siswa menuju masa depan berbasis digital dan kecerdasan buatan.