kepalasekolah.id – Kumpulan cerita rakyat Nusantara dalam dua bahasa — Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris — ditulis dengan gaya ringan dan modern agar mudah dipahami anak-anak. Setiap kisah membawa pesan moral dan nilai kehidupan yang menginspirasi untuk berbuat baik, bersahabat, dan rendah hati. Temukan keseruan membaca sambil belajar dalam setiap edisi mingguan kami!
Daftar Isi
Jaka Tarub dan Nawang Wulan
Jawa Tengah, Indonesia
—Versi Bahasa Indonesia–
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan hutan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Jaka Tarub. Ia rajin, tampan, dan baik hati, namun hidup sebatang kara. Setiap hari ia bekerja membantu warga, berburu di hutan, dan menjaga ladang. Di tengah kesibukan itu, Jaka Tarub sering berdoa,
“Tuhan, kapan kiranya aku bertemu dengan seseorang yang bisa menemani hari-hariku?”
Suatu sore, saat berjalan di tepi hutan, ia mendengar tawa lembut. Dari balik semak, terlihat tujuh bidadari turun dari langit dan mandi di telaga jernih. Mereka tertawa gembira, dengan selendang-selendang indah tergantung di cabang pohon.
Jaka Tarub terpukau, terutama pada satu bidadari yang paling lembut wajahnya — Nawang Wulan. Dalam kekagumannya, ia takut kehilangan sosok itu. Maka diam-diam, ia mengambil salah satu selendang yang tergantung — milik Nawang Wulan.
Ketika mandi usai, keenam bidadari lainnya terbang pulang. Namun Nawang Wulan tak bisa ikut karena selendangnya hilang. Ia menangis,
“Aku tak dapat kembali ke kahyangan!”
Melihat itu, Jaka Tarub muncul dan berpura-pura tidak tahu. Ia berkata lembut,
“Jangan takut, nona. Jika kau tak tahu ke mana pergi, tinggallah di rumahku. Aku akan melindungimu.”
Waktu berlalu, Nawang Wulan belajar hidup di bumi. Ia menenun, memasak, dan membantu Jaka Tarub di ladang. Keduanya jatuh cinta dan menikah. Namun Nawang Wulan menyimpan rahasia: ia memasak nasi hanya dengan sebutir beras.
“Suamiku,” katanya, “jangan sekali pun mengintip saat aku memasak. Bila pantangan ini kau langgar, keajaiban itu akan hilang.”
Jaka Tarub berjanji, tapi rasa penasaran membuatnya melanggar. Suatu hari, ia mengintip lewat celah pintu dan terkejut melihat hanya sebutir beras di dalam panci. Sejak itu, nasi tak lagi muncul ajaib — Nawang Wulan harus menanak beras seperti manusia biasa.
Beberapa waktu kemudian, ia menemukan selendangnya tersembunyi di lumbung.
“Jadi selama ini… kaulah yang mengambilnya.”
Dengan hati hancur, Nawang Wulan memutuskan kembali ke langit.
“Aku mencintaimu, Jaka Tarub, tapi cinta tanpa kejujuran tidak akan bertahan.”
“Maafkan aku, Nawang Wulan,” kata Jaka Tarub menyesal. “Aku takut kehilanganmu.”
Sambil memeluk bayi mereka, Nawang Wulan berpesan,
“Rawatlah anak kita dengan kasih sayang. Jangan biarkan penyesalan menghentikan langkahmu. Dari kesalahan, tumbuhkanlah harapan baru.”
Dengan cahaya lembut, Nawang Wulan terbang ke langit. Jaka Tarub memandanginya hingga cahaya itu hilang, lalu bersumpah hidup jujur dan bekerja keras untuk anaknya. Sejak saat itu, setiap kali senja datang, ia menatap langit — berharap suatu hari akan melihat sinar lembut Nawang Wulan menari di antara bintang.
–English Version–
In a quiet village surrounded by green rice fields and forests, there lived a young man named Jaka Tarub. He was handsome and kind, yet lived alone. Every day, he helped his neighbors, hunted in the woods, and tended his field. But deep inside, he prayed,
“Oh Lord, when will I find someone to share my days with?”
One afternoon, while walking near the forest, he heard gentle laughter. Peeking through the bushes, he saw seven fairies descending from the sky to bathe in a crystal-clear lake. Their silk shawls hung gracefully on tree branches.
Jaka Tarub was enchanted, especially by one fairy — Nawang Wulan, whose beauty shone softly like moonlight. Fearful of losing her forever, he secretly took her shawl while she bathed.
When the fairies finished, the others flew back to heaven, but Nawang Wulan could not. She wept,
“I cannot return to the sky!”
Jaka Tarub stepped forward kindly.
“Do not fear, fair maiden. If you have nowhere to go, stay with me. I will protect you.”
Days turned to months. Nawang Wulan learned to live among humans — weaving, cooking, and tending the fields. Eventually, she and Jaka Tarub fell in love and married. Yet Nawang Wulan held a secret: she could cook rice for the entire household with a single grain of rice.
“My husband,” she warned, “never look while I cook, or the magic will be gone.”
Jaka Tarub promised, but curiosity grew stronger than his word. One day, he peeked through a crack and saw only one grain inside the pot. From that day on, the miracle vanished. Nawang Wulan could no longer summon magic and had to cook like an ordinary woman.
Not long after, she discovered her missing shawl hidden in the granary.
“So it was you all along…” she whispered, heartbroken.
The next morning, Nawang Wulan said softly,
“Jaka Tarub, I love you, but love cannot survive without honesty.”
“Forgive me,” he pleaded. “I feared losing you.”
“Then let this be your lesson,” she said with tears. “From regret comes new hope.”
Holding their baby close, she kissed the child and rose into the sky, her shawl glowing with light.
Jaka Tarub stood beneath the fading radiance, tears in his eyes. From that day forward, he lived with honesty and kindness, raising his child with care. And each dusk, as the stars appeared, he would look up to the heavens — waiting for the gentle light of Nawang Wulan to dance among them once more.
Pesan Moral / Moral Message
Kejujuran dan kepercayaan adalah dasar dari setiap hubungan. Dari penyesalan, lahirlah harapan baru yang membuat manusia menjadi lebih baik.
Honesty and trust are the foundation of every bond. From regret, new hope is born — guiding us to become better than before.
