Landasan Sosiologis Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Era Digital

Landasan Sosiologis Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Era Digital

kepalasekolah.id – Landasan Sosiologis Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Era Digital. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa dampak besar terhadap tatanan sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat modern. Kehidupan manusia semakin terhubung melalui jaringan global, membentuk apa yang disebut Castells (1996) sebagai masyarakat jaringan. Dalam masyarakat ini, teknologi menjadi tulang punggung utama bagi interaksi sosial, pertukaran informasi, serta proses kerja dan belajar.

Revolusi Industri 4.0 dan Disrupsi Teknologi

Kemajuan teknologi yang pesat telah melahirkan era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai oleh integrasi antara sistem fisik dan digital. Teknologi seperti otomatisasi, Internet of Things (IoT), kecerdasan artifisial (AI), robotika, mahadata (big data), dan komputasi awan menjadi pusat transformasi di berbagai sektor kehidupan (Schwab, 2016).

Di satu sisi, disrupsi teknologi ini mempercepat proses kerja, menciptakan layanan baru yang lebih efisien, serta mempermudah konektivitas antarindividu dan antarwilayah. Namun, di sisi lain, disrupsi ini juga membawa tantangan besar seperti meningkatnya ketimpangan digital, ancaman terhadap privasi dan keamanan, serta ketergantungan tinggi terhadap sistem teknologi.

Konsep Masyarakat 5.0: Respons terhadap Tantangan Teknologi

Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Jepang menggagas konsep Society 5.0 atau Masyarakat 5.0. Konsep ini menekankan pembangunan masyarakat yang berpusat pada manusia namun tetap didukung oleh teknologi digital canggih. Teknologi seperti AI, big data, IoT, dan robotika menjadi alat untuk menciptakan sistem sosial dan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan adil (UNESCO, 2024c).

Masyarakat 5.0 merupakan perpaduan harmonis antara dunia fisik dan dunia digital. Dengan demikian, teknologi bukan lagi menjadi ancaman, tetapi alat untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peran Koding dan AI dalam Masyarakat Digital

Di tengah transformasi digital ini, koding dan kecerdasan artifisial menjadi dua kompetensi kunci. Koding merupakan fondasi dari hampir seluruh aplikasi digital modern, mulai dari perangkat lunak sehari-hari hingga sistem cerdas berbasis AI. Penguasaan terhadap koding dan AI diyakini akan mendukung peningkatan efisiensi kerja, produktivitas industri, serta mendorong inovasi teknologi yang berkelanjutan.

Namun, transformasi ini juga menyebabkan tergesernya banyak pekerjaan manual. Future of Jobs Report 2023 dari World Economic Forum memprediksi bahwa pemanfaatan teknologi seperti AI dan cloud computing akan diadopsi oleh 75% perusahaan global pada 2027. Hal ini dapat menciptakan 69 juta pekerjaan baru, namun juga menghilangkan 83 juta pekerjaan lama.

Indonesia dan Percepatan Digitalisasi

Di Indonesia, digitalisasi menunjukkan tren yang meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), penetrasi internet tumbuh dari 66,48% pada 2022 menjadi 69,21% pada 2023. Selain itu, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) juga menunjukkan pertumbuhan positif, dengan skor meningkat dari 5,07 (2018) menjadi 5,90 (2023).

Namun, pertumbuhan ini masih belum merata. Subindeks “penggunaan TIK” mencatat peningkatan tertinggi sebesar 1,56%, tetapi “akses dan infrastruktur TIK” hanya tumbuh 0,17%, menandakan bahwa infrastruktur digital masih menjadi kendala di banyak daerah.

Peluang dan Tantangan Ekonomi Digital

Teknologi digital membuka peluang ekonomi baru. Laporan World Bank (2021) menyoroti munculnya pekerjaan gig digital dan e-commerce yang telah meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya di sektor informal dan kaum perempuan. Meski begitu, distribusi manfaat ini belum merata. Mereka yang memiliki keterampilan tinggi lebih diuntungkan dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah atau berada di daerah terpencil.

Infrastruktur digital yang belum merata di Indonesia masih menjadi hambatan utama pertumbuhan ekonomi digital. Investasi dalam teknologi informasi belum menjangkau seluruh wilayah secara adil, menciptakan kesenjangan antarwilayah dan menghambat inklusivitas pembangunan nasional.

Transformasi Pendidikan melalui AI

Pendidikan sebagai fondasi pembangunan juga mengalami transformasi. Dengan pemanfaatan kecerdasan artifisial, proses pembelajaran kini dapat dilakukan secara lebih efisien, efektif, dan fleksibel. AI memungkinkan penyesuaian materi belajar sesuai kemampuan peserta didik, pemantauan hasil belajar secara real time, serta penyelenggaraan pendidikan lintas wilayah tanpa hambatan geografis.

Visi Indonesia 2045 yang tertuang dalam RPJPN 2025-2045 menempatkan pendidikan berbasis teknologi sebagai pilar penting menuju negara berdaulat, maju, dan kompetitif secara global.

Hambatan Inklusivitas Digital di Indonesia

Meskipun potensi digitalisasi besar, sejumlah hambatan masih mengemuka (Bachtiar dkk., 2020). Akses internet yang tidak merata berdasarkan wilayah, gender, tingkat pendidikan, dan pendapatan menjadi isu utama. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital masih terbatas pada komunikasi dan hiburan, seperti penggunaan media sosial, dan belum menyentuh peningkatan produktivitas atau efisiensi kerja.

Rendahnya literasi digital juga menjadi tantangan besar. Banyak pengguna belum memahami potensi dan risiko teknologi digital secara utuh. Hal ini tercermin dari Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) tahun 2024 yang mencatat skor tertinggi pada pilar keterampilan digital (58,25), namun pilar pemberdayaan hanya meraih skor 25,66, menandakan pemanfaatan teknologi belum maksimal untuk pengembangan ekonomi.

Dunia Usaha dan Minimnya Adopsi Teknologi Canggih

Di sektor dunia usaha, adopsi teknologi canggih seperti AI dan CRM masih minim. Sebagian besar pelaku industri hanya menggunakan media sosial dalam aktivitas bisnis mereka, sementara teknologi berbasis AI seperti chatbot, asisten virtual, serta sistem CRM belum banyak diterapkan. Bahkan, lebih dari 65% pelaku industri belum pernah memanfaatkan IoT atau layanan komputasi awan (Budiarto dkk., 2024).

Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran dan kemampuan dalam mengoptimalkan teknologi digital untuk mendukung operasional bisnis secara menyeluruh.

Tantangan Literasi dan Etika Digital

Lemahnya literasi digital juga berdampak pada rendahnya etika bermedia. Data dari Digital Civility Index (DCI) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-29 dari 32 negara dalam hal kesantunan digital. Maraknya penyebaran hoaks, ujaran kebencian, cyberbullying, dan pelanggaran etika menjadi tantangan nyata dalam membangun masyarakat digital yang sehat dan bertanggung jawab (Burhani, 2021).

Fenomena ini menunjukkan pentingnya pendidikan karakter digital sejak dini, agar generasi muda mampu menggunakan teknologi secara bijak dan beretika.

Koding dan AI sebagai Strategi Penguatan SDM

Dalam menghadapi tantangan digitalisasi, penguasaan keterampilan seperti koding dan kecerdasan artifisial harus menjadi prioritas dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Keterampilan ini bukan hanya menjadi modal kerja masa depan, tetapi juga bekal untuk memahami dan mengendalikan teknologi secara kritis.

Pemerintah perlu mendorong integrasi koding dan AI ke dalam kurikulum pendidikan dasar hingga tinggi. Pelatihan dan sertifikasi keterampilan digital juga perlu diperluas agar tidak hanya menyasar peserta didik, tetapi juga guru, pelaku usaha, dan masyarakat umum.

Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Indonesia telah menetapkan arah pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, yang mencakup tiga transformasi utama: sosial, ekonomi, dan tata kelola. Dalam visi ini, teknologi digital menjadi instrumen penting untuk mencapai negara yang berdaulat, sejahtera, dan berdaya saing global.

Untuk mewujudkan visi tersebut, penguasaan terhadap teknologi digital, terutama dalam bidang koding dan kecerdasan artifisial, harus diperkuat secara inklusif. Seluruh elemen bangsa, dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat sipil, perlu bersinergi menciptakan ekosistem digital yang adil dan berdaya guna.

Kesimpulan

Landasan sosiologis pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial menunjukkan bahwa teknologi tidak hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai kekuatan transformatif dalam masyarakat. Perubahan struktur sosial, pola interaksi, serta cara belajar dan bekerja telah bergeser ke arah digital. Meskipun membawa kemajuan, transformasi ini juga memunculkan tantangan besar yang harus direspons dengan cermat.

Membangun masyarakat digital yang inklusif, cerdas, dan berdaya saing membutuhkan strategi komprehensif, termasuk penguatan literasi digital, investasi infrastruktur, serta integrasi keterampilan digital dalam sistem pendidikan. Koding dan kecerdasan artifisial bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendasar untuk menyiapkan generasi unggul menghadapi era digital dan menyongsong Indonesia Emas 2045.

Scroll to Top