kepalasekolah.id –  Model Pembelajaran Inkuiri untuk Koding dan Kecerdasan Artifisial: Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa.Model Pembelajaran Inkuiri untuk Koding dan Kecerdasan Artifisial. Model pembelajaran inkuiri (inquiry learning) menjadi salah satu pendekatan yang semakin mendapatkan perhatian dalam dunia pendidikan modern, khususnya di era digital seperti sekarang. Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2009), pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang secara khusus dirancang untuk membawa siswa terlibat langsung dalam proses ilmiah. Model ini merangsang peserta didik agar aktif berpikir secara kritis, menganalisis masalah, dan mencari solusi secara mandiri.
Pembelajaran inkuiri bukan hanya berfokus pada hasil akhir, melainkan lebih menekankan pada proses berpikir, bertanya, dan menyelidiki. Ini selaras dengan tujuan utama pendidikan abad ke-21, yaitu membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), termasuk dalam konteks pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA).
Daftar Isi
Karakteristik Pembelajaran Inkuiri
Ciri utama dari pembelajaran inkuiri adalah keterlibatan aktif peserta didik dalam menemukan jawaban atau solusi dari suatu permasalahan. Proses ini dimulai dengan pertanyaan atau permasalahan yang diajukan oleh guru atau bahkan oleh peserta didik itu sendiri. Dalam prosesnya, peserta didik melakukan eksplorasi, pengumpulan data, analisis, dan menyimpulkan sendiri hasil belajarnya.
Guru dalam model ini berperan bukan sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai fasilitator. Perannya adalah memandu jalannya proses berpikir siswa dengan memberikan pertanyaan pemantik, tantangan, serta dukungan yang mendorong rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran menjadi lebih aktif dan bermakna karena peserta didik mengalami langsung proses penemuan pengetahuan.
Penerapan Dalam Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial
Model pembelajaran inkuiri sangat relevan diterapkan dalam pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial, karena kedua bidang tersebut memang menuntut proses berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Melalui pendekatan inkuiri, peserta didik tidak hanya memahami konsep pemrograman secara teori, tetapi juga belajar melalui pemecahan masalah nyata.
Contoh penerapannya adalah dengan meminta peserta didik merancang algoritma untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Salah satu studi kasus yang menarik adalah merancang langkah-langkah algoritma untuk membuat minuman tradisional. Dalam konteks ini, siswa diajak mengidentifikasi urutan proses, membuat logika sederhana, lalu mengubahnya ke dalam bentuk kode.
Contoh lain, peserta didik dapat diminta menyelesaikan masalah matematika dengan logika pemrograman. Misalnya, bagaimana mengoptimalkan perhitungan menggunakan pengulangan (loop) atau pengkondisian (if-else). Tantangan seperti ini akan membuat peserta didik berpikir lebih kritis dan kreatif.
Hasil Implementasi di Sekolah Indonesia
Beberapa sekolah mitra Kemendikdasmen di Indonesia telah mengujicobakan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran Koding dan KA. Hasilnya cukup menjanjikan. Peserta didik menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman konsep teknologi digital, serta meningkatnya kemampuan problem-solving.
Pendekatan ini juga berdampak positif pada motivasi belajar. Siswa menjadi lebih tertarik mengikuti pembelajaran karena merasakan pengalaman langsung dan tantangan nyata. Ketika siswa diberi kebebasan untuk bereksplorasi dan menciptakan solusi, mereka merasa lebih percaya diri terhadap kemampuan diri mereka.
Tidak hanya itu, pembelajaran inkuiri membantu mengasah soft skill siswa, seperti kerja sama dalam kelompok, komunikasi, serta pengambilan keputusan. Hal ini sangat penting dalam pembelajaran berbasis proyek yang sering digunakan dalam pendidikan teknologi.
Tantangan dan Solusi
Walaupun efektif, pembelajaran inkuiri tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kesiapan guru. Guru perlu memiliki pemahaman mendalam tentang bagaimana merancang pertanyaan pemantik yang tepat serta strategi memfasilitasi proses berpikir siswa.
Selain itu, kurikulum dan waktu pembelajaran yang terbatas juga menjadi hambatan. Untuk mengatasi hal ini, integrasi antara pembelajaran inkuiri dan materi Koding serta KA perlu dirancang dengan baik. Pembelajaran dapat dilakukan melalui proyek kecil namun bermakna yang dapat diselesaikan dalam waktu terbatas.
Pemanfaatan teknologi seperti platform coding berbasis visual (misalnya Scratch atau Blockly) juga dapat membantu mempermudah implementasi metode ini, terutama pada jenjang SD dan SMP. Dengan antarmuka yang lebih sederhana, siswa dapat lebih fokus pada logika dan proses berpikir, bukan pada teknis penulisan kode.
Kesimpulan
Model pembelajaran inkuiri memberikan banyak keuntungan dalam pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konsep teknologi, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kreativitas peserta didik.
Guru sebagai fasilitator perlu membangun suasana belajar yang terbuka dan mendorong siswa untuk aktif mencari pengetahuan. Dukungan kebijakan pendidikan dan pelatihan guru sangat penting untuk memastikan metode ini dapat diterapkan secara luas di sekolah-sekolah Indonesia.
Dengan pengembangan dan implementasi yang tepat, pembelajaran inkuiri dapat menjadi kunci sukses pendidikan teknologi digital yang lebih bermakna dan menyenangkan bagi generasi masa depan.